Senin, 30 September 2013

Ferrari Luar Angkasa’ akan Tabrak Bumi


Sebuah satelit sains yang dijuluki ‘Ferrari of space’ (Ferrari luar angkasa) karena memiliki sirip yang ramping akan segera kehabisan bahan bakar dan menabrak Bumi setelah sukses menjalankan sebuah misi, ujar juru bicara Badan Antariksa Eropa (ESA).

Satelit yang diluncurkan pada 2009 tersebut -- sebuah wahana antariksa berteknologi tinggi yang dirancang untuk memonitor gravitasi dan sirkulasi samudra -- kemungkinan akan kehabisan bahan bakar pada pertengahan Oktober mendatang, ujar manajer misi satelit itu kepada AFP pada 11 September lalu.

Satelit Gravity Ocean Circulation Explorer (GOCE) mengorbit di ketinggian yang sangat rendah yakni hanya 260 km. Di ketinggian tersebut, masih terdapat molekul-molekul atmosfer.

Untuk mengurangi hambatan, satelit ini memiliki bentuk segi delapan yang menyerupai anak panah dan dua sirip untuk memberikan kestabilan aerodinamis tambahan, berbeda dengan satelit berbentuk kotak yang beroperasi di ruang hampa udara.

Satelit ini tetap melayang berkat adanya mesin ion yang beroperasi dengan stok 41 kilo bahan bakar dan kini jumlahnya turun menjadi sekitar dua kilo ujar Rune Floberghagen dari simposium ESA di Edinburgh, Skotlandia.

"Situasinya kini sistem pendorong elektrik yang membuat wahana antariksa ini tetap terbang di ketinggian sangat rendah akan berhenti berfungsi antara akhir September dan awal November -- yang memiliki kemungkinan paling besar adalah periode pertengahan antara kedua bulan tersebut, sekitar 16 atau 17 Oktober,” ujar Rune Floberghagen.

Sebagian besar dari wahana antariksa dengan panjang 5,3 meter ini akan hancur dan terbakar ketika meluncur di ketinggian 75-80 kilometer, ujar Rune Floberghagen.

Menurut analisis mengenai jatuhnya satelit, sekitar 250 kilo dari satu ton massa Satelit Gravity Ocean Circulation Explorer itu akan tetap utuh ketika menabrak permukaan Bumi dengan “antara 40 dan 50 fragmen” tersebar lebih dari 900 kilometer, ujar Floberghagen.

Saat ini masih belum bisa ditentukan di mana lokasi jatuhnya satelit karena tidak dapat dikendalikan, ujar Floberghagen.

Ia menjelaskan bahwa baru pada 2008, setelah GOCE didesain dan dibangun, sebuah perjanjian internasional mengharuskan satelit penelitian memiliki pendorong yang memungkinkan penentuan lokasi jatuhnya satelit yang membuat pecahannya jatuh ke samudra, sehingga mengurangi risiko menimpa permukiman.

“Satelit ini tidak sama seperti satelit lainnya yang tidak dapat dikontrol kejatuhannya. GOCE merupakan wahana antariksa yang amat kecil. Kita harus menempatkan hal ini ke dalam perspektif dan tidak mendramatisasi apa yang sedang terjadi di sini,” ujar Floberghagen. Ia menambahkan bahwa ESA memberikan nasihat kepada otoritas nasional mengenai kejadian tersebut.
Floberghagen mengatakan bahwa bahan bakar satelit seharusnya dapat bertahan selama 20 bulan.

Namun misi tersebut amat terbantu dengan aktivitas surya yang amat rendah dan juga mengurangi kepadatan molekul udara pada ketinggian tersebut.

Sebagai dampaknya, misi yang menghabiskan dana 350 juta euro (setara Rp5,05 triliun) ini, setelah menghadapi sejumlah masalah, bertahan dua kali lipat lebih lama dari waktu yang dijadwalkan.

“Semua orang merasa amat senang dengan misi ini, baik dalam hal kemampuan kami memonitor medan gravitasi Bumi, dan juga prestasi yang kami raih, kemampuan kami untuk memahami dan menggunakan wahana antariksa ini,” ujar Floberghagen.

“Pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan ini amat luar biasa dan kami sudah mendemonstrasikan banyak teknologi baru,” ujar Floberghagen.

Senin, 23 September 2013

Asteroid Seukuran Bus Nyaris Hantam Bumi

Asteroid baru BX34 seukuran bus kini nyaris menabrak Bumi. Namun, kata ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), batu angkasa itu tidak menimbulkan bahaya.


Asteroid itu akan melintas dalam jarak 59.044 kilometer dari Bumi pada sekitar pukul 15.30 GMT atau 22.30 WIB. Dengan lebar hanya 11 meter, benda angkasa ini terlalu kecil untuk menimbulkan ancaman bagi Bumi.

"Andaipun mengarah ke Bumi, tidak akan bisa melalui atmosfer kita dalam kondisi utuh," demikian pernyataan Program Pengamatan Asteroid NASA dalam akun Twitter-nya.

Dekatnya posisi asteroid dengan Bumi, seperti dikutip Space, memungkinkan pengamat luar angkasa amatir untuk mengamatinya hanya dengan peralatan sederhana. "Mereka bisa mengamati benda angkasa itu melayang di angkasa sebelum sampai pada titik terdekat dengan Bumi," tulis Spaceweather.com.

Ilmuwan NASA dan tim astronomnya secara teratur memantau langit untuk mencari asteroid yang dapat menimbulkan bahaya bagi Bumi. Para ahli memperkirakan bahwa asteroid berdiameter sekitar 140 meter dapat menyebabkan kehancuran yang luas di dekat lokasi yang terdampak. Namun untuk menyakibatkan dampak global, ukuran asteroid itu terlalu kecil.

September lalu NASA mengumumkan mereka telah mendata sekitar 90 persen dari asteroid terbesar yang orbitnya dekat Bumi. Pada pemetaan terakhir, para ilmuwan memperkirakan ada sekitar 981 asteroid dekat Bumi seukuran gunung atau lebih besar.

Sepanjang sejarah, asteroid cukup besar dengan skala kerusakan masif hanya akan terjadi setiap 200-300 tahun saja, kata mantan astronot, Rusty Schweickart.

Pimpinan B612 Foundation, sebuah kelompok yang didedikasikan untuk memprediksi dan mencegah dampak asteroid dahsyat di Bumi, ini menyatakan kelangsungan hidup manusia suatu hari nanti akan tergantung pada kemampuan kita untuk membelokkan asteroid berbahaya menjauhi Bumi.

"Dinosaurus tidak memiliki teknologi tersebut, tentu saja, dan dampak bencana menyapu mereka bersama dengan tanaman lain dan spesies hewan, 65 juta tahun yang lalu," katanya.

Bumi Hampir Ditubruk Asteroid


Sebuah asteroid seukuran truk kecil mendekat ke Bumi, Sabtu, 8 Juni 2013. Jarak benda langit ini empat kali lebih dekat daripada Bulan dengan Bumi. Asteroid itu dinamakan 2013 LR6. Dan kemunculannya meningkatkan kesadaran akan potensi dampak berbahaya bagi planet ini. Apalagi akhir-ahir ini Bumi kerap mendapat kunjungan benda luar angkasa.

Dilansir dari laman Reuters, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan, asteroid 2013 LR6 ditemukan sehari sebelum posisi terdekatnya dengan Bumi. Sekitar 104.607 kilometer dari Southern Ocean, di atas Samudra Selatan, sebelah selatan Tasmania, Australia. "Asteroid selebar 10 meter ini tidak menunjukkan ancaman berbahaya," tulis Reuters.

Sebelumnya, asteroid yang relatif lebih besar, selebar 2,7 kilometer, melintas sejarak 5,8 juta kilometer dari Bumi. Dijuluki QE2, asteroid ini lewat bersama deretan bulannya. Lalu, pada 15 Februari 2013, asteroid kecil meledak di atmosfer, di atas Chelyabinsk, Rusia. Ledakan itu menyebabkan kaca pecah dan sejumlah bangunan runtuh. Akibatnya, lebih dari 1.500 orang terluka. Pada hari yang sama, asteroid lain melintas dengan jarak 27.680 kilometer dari Bumi. Lebih dekat dari jaringan satelit komunikasi yang mengelilingi planet.

“Secara teoretis, ada kemungkinan terjadi tabrakan antara asteroid dan Bumi,” kata astronom Gianluca Masi.

Melalui proyek Teleskop Virtual, yang disiarkan langsung dengan webcast Google+, Masi menunjukkan gambar mendekatnya asteroid. Pendapat serupa juga diungkapkan NASA. Berdasarkan pengamatan, NASA menemukan ada sekitar 95 persen asteroid, berdiameter 0,65 kilometer atau lebih besar. Dan dalam perjalanannya, mereka relatif dekat dengan Bumi.

Sekitar 65 juta tahun lalu, sebuah obyek langit menabrak Bumi di Semenanjung Yucatan, Meksiko. Tumbukan itu memicu perubahan iklim global yang diyakini sebagai penyebab punahnya dinosaurus dan bentuk kehidupan lain di Bumi. Dan kini, NASA, organisasi penelitian, serta perusahaan swasta berusaha melacak benda langit yang terbang melintas di dekat Bumi.

NASA Tangkap Suara Aneh Bumi dari Luar Angkasa


Manusia yang tak henti berbicara, deru kendaraan, hembusan agin, rudal yang meledak, segala macam bunyi dan kebisingan ada di dalam Bumi. Tapi suara macam apa yang dipancarkan planet biru ke luar angkasa.

Suara aneh mirip dengungan ditangkap oleh satelit kembar Radiation Belt Storm Probe (RBSP) milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang baru diluncurkan 30 Agustus 2012 lalu.

Dua satelit tersebut menangkap gelombang yang radio mirip kicauan dan siulan yang dipancarkan magnetosfer Bumi pada Rabu 5 September 2012 lalu. Menangkap suara "nyanyian" Bumi.  Dengarkan suaranya di tautan ini.

Suara ini juga bisa didengar telinga manusia di luar angkasa. Asal, orang tersebut melepas helmnya saat melayang di luar angkasa. Juga tak ada gangguan penerimaan suara di ruang hampa udara.

Craig Kletzing, dari University of Iowa, adalah peneliti utama Electric and Magnetic Field Instrument Suite and Integrated Science (EMFISIS), instrumen yang ada dalam dua satelit tersebut. Ia mengatakan, manusia sejatinya sudah mengetahui suara ini selama beberapa dekade.

"Penerima gelombang radio terbiasa menangkapnya, terdengar seperti kicauan burung," kata dia seperti dimuat Daily Mail.

Suara itu biasanya mudah didengar kala pagi, berbarengan dengan suara burung. "Itu mengapa kadang-kadang diumpamakan sebagai "nyanyian fajar"."

Suara tersebut dipancarkan oleh partikel energik di tingkat atas dari magnetosfer Bumi, sebelum akhirnya bunyi itu berbalik ke sabuk radiasi yang mengelilingi Bumi.

Satelit kembar RBSP mengelilingi Bumi dalam orbit elips, kadang-kadang melayang rendah 37s mil di atas tanah, terkadang hingga ketinggian 20.000 mil. 
Tujuan dua satelit itu adalah untuk mempelajari Sabuk Van Allen yang mengelilingi Bumi, khususnya mengungkap partikel pembentuk sabuk radiasi.